Ilustrasi Copyright : Evan S. |
Mengingat masalah sikap dewasa
terhadap perbedaan, aku jadi teringat seseorang. Dia pernah menjadi bagian penting
dalam hidupku, keluargaku, dan khususnya bagi Kak Tania. Sudah lama aku tak
mendengar kabar tentangnya. Oh, aku salah. Bahkan dia tak pernah mengucapkan
selamat tinggal kepadaku. Kalau diingat, sangat menyakitkan.
Mas Bayu, kamu apa kabar?
Tanpa kuasa aku bergumang sendiri di ruang tunggu bandara.
Ku lirik jam tanganku,
waktu boarding masih 10 menit lagi. Ku putuskan untuk mengabari Oma kalau
sebentar lagi aku akan terbang ke Surabaya. Aku juga membalas pesan Mama yang
menanyakan apakah aku sudah boarding. Pada waktu yang bersamaan, Kak Tania
mengabarkan bahwa ia bersiap menuju Melbourne Airport menuju Jakarta. Kakakku
itu sudah 2 tahun tak pulang waktu natal. Dan tahun ini ingin merayakan natal
bersama keluarga. Ia dapat cuti panjang.
Informasi boarding
pesawat sudah diumumkan. Aku sekarang ikut antrian masuk bersama penumpang
lainnya. Ku ambil koran yang ditata di rak pintu masuk pesawat. Headline berita
hari ini adalah kegiatan Reuni 212 yang digelar di Monumen Nasional. Aku tertarik
membaca berbagai pandangan tokoh mengenai kegiatan tersebut. Kalau masih ada
Mas Bayu, maka aku bisa meminta tanggapannya mengenai kegiatan tersebut. Ah,
kenapa pikiranku kembali teringat mas Bayu.
Nomor kursi yang ku
duduki telah siap ditempati. Aku sengaja memilih tempat duduk dekat jendela, supaya
bebas memandang luasnya angkasa. Di waktu yang bersamaan peringatan penerbangan
dibunyikan, ingatanku kembali ke peristiwa lima tahun silam.
*****
22 Maret 2014
“Calv.. kamu tega ya. Bayu
itu baru balik dari Bandung loh!” Kak Tania menatapku tajam.
Mama dan Papa pun
menatapku kesal. Semua orang tak ada yang mendukungku. Benarkah aku kekanak-kanakan?
Ku lirik Mas Bayu yang duduk di sofa. Dia memang tampak kelelahan. Aku jadi
menyesali sesuatu.
“Mas Bayu kayaknya kelelahan
ya?” aku berucap ragu.
Dia membuka matanya. Raut
wajahnya dibuat penuh semangat. Aku tahu dia lelah, tapi…
“Kakakmu itu hanya khawtair sama aku Calv. Tenang saja, aku masih siap kok nganter kamu ke mana saja,”
ucapnya meyakinkan.
“Yakin?” aku senang
mendengar jawabannya.
“Ayok buruan. Tuh Mama
sama Papa sudah siap makan kamu..” godanya usil yang membuat kami sekeluarga
tertawa.
Semangatnya tinggi, tapi
badannya rapuh. Bagaimana pun usahanya buat aku senang, nganterin aku Futsal,
beli sepatu, dan makan es krim, Besoknya aku jadi sasaran kemarahan Kak Tania
karena Mas Bayu sakit.
17 Agustus 2014
Mataku terbuka. Tubuhku susah
digerakkan. Rasanya sakit semua. Tampaknya aku sudah lama sekali pingsan. Tak ada
satu pun orang yang lihat. Ketika aku menggerakkan tangan, aku menyentuh kepala
seseorang. Ketika aku berusaha bangun untuk melihat siapa sosok itu, ternyata
Mas Bayu.
Ku lihat tidurnya sangat nyenyak,
tapi aku kasian dia tidur duduk di kursi dan bertumpuan di tempat tidurku. Untuk
membangunkannya, ku usap rambutnya yang ikal pelan-pelan. Sejak kapan Mas Bayu
ada di sini? Batinku dengan perasaan bahagia sekaligus tidak enak hati telah
merepotkan.
Lama ku usap, dia tak
kunjung sadar. Hingga aku tak sengaja menyentuk telinganya. Dia terhenyak
kaget. Kepalanya langsung tegak.
“Eh, kamu sudah siuman
Calv?” Ucap Mas Bayu sambil merapikan rambutnya.
“Sejak kapan mas?” tanyaku.
Belum sempat terjawab,
pintu ruangan terbuka. Muncul Kak Tania dan Mama membawa makanan.
“Wah, doamu terkabul ya Bay.”
Mama berkomentar.
Aku menatap Mas Bayu
meminta penjelasan. Namun malah Kak Tania yang jawab.
“Bayu itu sudah tiga hari
di sini, nunggu kamu. Dia gak mau disuruh pulang, katanya sebelum lihat kamu
siuman, dia gak bakal pergi. Kasian tuh demi kamu dia bolos kuliah kan,”
ucapnya.
Mendengar jawaban Kak Tania,
aku jadi merasa bersalah.
“Jangan dengerin ucapan
kakakmu Calv. Itu berlebihan. Tenang kok, bolosnya gak sebanyak itu. Hanya sehari,
karena dua harinya memang gak ada dosen,” jelas Mas Bayu.
Selalu begitu. Mas Bayu tak
mau aku kepikiran. Tapi ucapan Kak Tania menjadi bukti bahwa aku semakin takut
kehilangan dia. Bagaimana pun aku sadar, Mas Bayu berbeda dengan keluarga kami.
25 Desember 2014
Aku sedih. Kata Kak
Tania, Mas Bayu tidak bisa datang ke rumah untuk merayakan natal bersama
keluarga kami. Dia memilih pulang kampung ke Surabaya. Berkali-kali Mama dan
Papa mengetuk pintu kamar, aku tak bergeming. Aku malas keluar kamar kalau tak
ada Mas Bayu. Namun ketukan pintu terus menerus berbunyi, tak ada lagi suara
Mama atau Kak Tania. Ku diamkan saja ketukannya semakin keras. Akhirnya aku
kesal juga dengan ketukan itu.
“Sudahlah Ma. Biarin aku….”
Suaraku tercekat.
Ternyata di depan mataku
bukan Mama atau Kak Tania, melainkan Mas Bayu. Aku segera memeluknya. Tangisku pecah.
Tega sekali keluargaku
memberi kejutan ini. Mas Bayu malah ikutan mengejek.
Ia lalu mengeluarkan
sebuah benda dari sakunya. Ternyata sebuah gantungan kunci berbentuk logo
kampus UGM.
“Janji sama Mas Bayu. Pada
Natal ini, kamu bilang ke Tuhan bahwa nanti lulus SMA, akan masuk UGM. Ayoo!!”
ucapnya.
Aku semakin tak kuasa
menahan tangisku. Ucapan Mas Bayu telah memotivasiku untuk bisa diterima di
kampus ternama itu. Aku semakin mengeratkan pelukanku di badannya. Namun tak
lama terdengar suara Adzan. Aku menatapnya paham.
“Salatnya di kamarku saja
ya mas. Ada sajadahnya kok,” ucapku dibalas anggukan.
Desember itu ternyata
menjadi momen terakhirku mendapatkan perhatiannya.
11 Januari 2015
Usai melaksanakan ibadah
minggu, Kak Tania pergi berdua dengan Mas Bayu. Aku ingin ikut bareng mereka,
tapi kali ini Mama dan Papa sangat tegas melarangku. Entahlah sepertinya sudah
ada firasat bahwa aku tak akan bertemu dengannya lagi.
Ternyata benar saja, Kak
Tania pulang sendiri. Ku lihat wajahnya abis nangis. Mama dan Papa segera
menghampirinya.
Duaaaar…. Bagaikan disambar
petir. Hatiku benar-benar hancur mendengar bahwa Kak Tania dan Mas Bayu
memutuskan untuk berpisah. Bukan karena mereka sudah tak saling sayang. Melainkan
perbedaan keyakinan di antara mereka yang membuat hubungan itu tak ada masa
depan. Lalu untuk apa mereka memutuskan bersatu selama ini kalau hanya untuk
pergi?
Pasca mendengar kabar
itu, hari-hariku buruk. Nilai semesterku merosot hingga Mama ku khawatir aku
tidak lulus sekolah.
*****
Waktu berlalu lima tahun
penuh perjuangan. Lamunanku tersadarkan ketika pramugari menawarkan makanan dan
minuman untukku.
Usai makan, aku kembali
mengingat semuanya. Ternyata Mas Bayu memang sangat berarti buatku. Dia layak
untuk tetap diingat dan dikenang walau tanpa kabar lagi. Seandainya dia ada di
depanku sekarang, maka inilah yang akan ku katakan:
Entahlah Mas, semenjak
kamu pergi tanpa pamitan, semua kebiasaan yang melibatkanmu tak lagi aku
lakukan. Enggak mudah mas, menghapus begitu saja apa yang sudah pernah kita
lewati, perhatian yang kamu berikan, dan canda tawa yang kerap kamu tampilkan,
masih terasa segar di ingatan. Apakah kamu berfikiran yang sama Mas?
Mbak Tania, tanggal 23
Desember nanti tunangan, dia juga memenuhi janjinya untuk menikah bersama orang
yang rajin ibadah, dia aktif di Gereja Bagaimana denganmu mas? Apakah kamu
sendiri sudah menikah? Atau jangan-jangan malah kamu sudah punya anak, yang aku
bayangkan, anakmu akan segokil kamu Mas.
Lima tahun ternyata tidak
merubah semuanya Mas. Aku, Mama, Papa, bahkan Kak Tania sendiri, aku
menyaksikan masih suka salah menyebut calon suaminya dengan namamu. Untung saja
Mas Andi tidak pernah mempermasalahkan tabiat itu, dia sangat menyayangi Kak Tania. Sama seperti kamu dulu hadir untuk membuat keluarga ini serasa hidup
mas.
Kamu tahu Mas, sajadah
yang sengaja Mama belikan untukmu supaya tidak kesulitan ketika ingin Salat,
masih tersimpan di lemariku. Bahkan sesekali barang itu aku peluk ketika
merindukanmu, Mas. Melihat barang itu, bahkan aku sering melihat gerakan yang
tak pernah aku mengerti, tapi aku melihat ketaatanmu pada-Nya, Mas.
Mas, sebelum kamu hadir
di keluarga kami, aku takut berteman dengan orang-orang yang seiman denganmu.
Bahkan beberapa kali aku mengalami tindakan yang tidak patut hanya karena aku
seorang Kristen. Lalu kamu hadir merubah segalanya, Mas. Islam tampil dengan
Kasih, sama seperti apa yang diajarkan Tuhan Yesus pada kami. Hal yang tak
pernah aku lupakan, setiap minggu kamu datang mengedor pintu kamarku, tak segan
membopongku ke kamar mandi, supaya tidak telat untuk ibadah Minggu.
Kamu masih ingat, Mas?
Mama, Papa, dan Kak Tania
memarahiku gara-gara memintamu mengantarkanku beli sepatu Futsal di Mall Taman
Anggrek. Padahal waktu itu baru saja kamu pulang dari Bandung. Aku merengek
tidak peduli, dan kamu berhasil meyakinkan mereka bahwa semua akan baik-baik
saja. Namun ketika kamu tertidur di mobil, baru aku sadar bahwa kamu sangat
kelelahan, Mas. Demi aku, kamu melakukan semuanya.
Kamu tahu Mas, Kak Tania
sering cemburu sama adiknya ini gara-gara kamu lebih perhatian ke aku
dibandingkan ke dia. Bahkan intensitas pertemuanmu denganku bisa dibilang lebih
banyak. Aku tak bisa menghitung, berapa kali kamu menjemputku sekolah di SMAK 1
BPK Penabur. Terkadang, kamu menjemput aku lebih dulu sebelum ke arah Semanggi
menjemput Kak Tania selesai kuliah.
Tapi kenapa kamu pergi
meninggalkan aku, Mas?
Kak Tania bilang, kamu
tidak sanggup melihat wajah sedihku ketika berpamitan. Mas, kamu pikir dengan
kamu pergi tanpa bisa aku ngasih tahu kamu betapa berartinya kamu buatku, aku
akan bahagia?
Kamu salah, Mas. Setelah
lima tahun, aku baru bisa menuliskan betapa aku sangat kehilangan kamu. Butuh
waktu dan hati yang lapang untuk bilang, aku kangen kamu. Selebihnya, rasa
kecewa, marah, dan benci masih menggunung atas kepergianmu. Kamu telah
mengingkari janjimu untuk selalu menjagaku.
Kenapa kamu hadir hanya
untuk meninggalkanku, Mas? Kenapa?
Sejak awal kamu kenal Kak
Tania dan masuk ke dalam keluarga kami, seharusnya aku sudah menjaga diri untuk
tidak tenggelam dalam perasaan senyaman ini denganmu, Mas. Seharusnya aku tidak
boleh terlalu berharap bahwa kamu akan menjadi Kakak Iparku. Kamu dan Kak
Tania, tidak seperti pasangan pada umumnya. Tapi, aku seperti ada harapan ketika
kamu mau belajar tentang agama kami, Kak Tania belajar tentang agamamu. Ada
sebuah asa bahwa kelak kalian akan berada di altar suci pernikahan yang entah
dengan cara kami atau dengan caramu, sungguh aku menghormati keputusan hidup
kalian, bahkan Mama dan Papa pun sepakat akan hal itu.
Siapa yang mengira bahwa
ternyata keputusan terakhir justru membuat kalian benar-benar tak akan pernah
bersatu dalam ikatan pernikahan. Kak Tania pun kini akan segera menikah dan itu
semakin memudarkan harapanku bahwa cinta kalian akan bersatu kembali.
Mas, di mana pun kamu
berada. Semoga Tuhan selalu memberkatimu. Dalam doa yang Khitmad ini, aku
berharap ada mukjizat yang membuatmu membaca tulisan ini. Besar harapan Kado
Natalku tahun ini adalah kamu datang ke Yogya. Kenapa ke Yogya? Seperti yang
pernah aku sampaikan ke kamu, Mas. Aku berhasil masuk UGM, atas usahaku membujuk
Mama dan Papa supaya mengizinkanku kuliah di tempat itu. Kalau kamu masih ingat
jurusan apa yang aku inginkan, Puji Tuhan aku diterima.
Sekarang, yang terpenting
bukan lagi kamu bersatu sama Kak Tania. Toh dia akhirnya bisa memilih lelaki
yang sebenarnya sesuai harapanmu, Pemuda Gereja. Keluarga kami, khususnya aku
berharap kamu bisa berdamai dengan masa lalu mu, Mas. Menerima kami yang pernah
menjadi bagian dari hidupmu, lalu kamu menyapa kami dengan hati yang damai.
Sama seperti kami yang sudah damai menerimamu menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari keluarga ini.
Aku percaya, kamu masih
menjalankan ajaran agama yang inklusif. Kamu masih Mas-ku yang menghargai
perbedaan, menjaga kerukunan umat beragama, dan menebarkan pesan kemanusiaan.
Kamu tidak sendirian Mas, banyak di luar sana yang sependapat denganmu.
Aku tunggu di Yogya ya,
Mas. Salam Kangen Dari Adikmu. Calvin..
Informasi pesawat segera
landing telah menyelesaikan lamunanku. Ku tutup koran yang tadi sempat ku baca.
Aku membesarkan hati untuk keluar pesawat. Aku tak boleh larut dengan masa
lalu. Oma katanya ikut menjemputku di Bandara Djuanda.
Sampai di pintu keluar,
aku terpaku berjarak satu meter dengan orang yang ku kenali. Tidak hanya ada
Mas Parjo, supirnya Oma. Ah dia….
Mas Bayu……?
Ceritanya bagus dan menginspirasi pembaca
BalasHapuskeren tulisannya!
BalasHapusditunggu cerita selanjutnya mas Amir.
terima kasih
Hapus